Tuesday, 30 April 2013

Review : Harry Potter and The Goblet of Fire by J. K. Rowling

Penulis : J. K. Rowling
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 896 Halaman
Terbit : Cetakan ke-10, Desember 2001
Genre : Fantasi
Status : Sewa









Sinopsis

TAHUN ini akan berlangsung Piala Dunia Quidditch. Harry ingin sekali menontonnya, tetapi akankah keluarga Dursley menginzinkannya? Tahun ini Hogwarts juga akan menjadi tuan rumah turnamen sihir yang sudah lebih dari seratus tahun tak pernah diadakan. Tahun ini, Harry yang beranjak remaja, juga mulai naksir cewek. Siapakah cewek beruntung yang kejatuhan cinta penyihir dan Seeker beken ini? Tapi tak semua yang dialami Harry peristiwa hura-hura. Karena mendadak bekas luka di keningnya terasa sakit sekali. Dan di langit malam, muncul Tanda Kegelapan, tanda yang menyatakan bangkitnya Lord Voldemort. Dan itu baru permulaan.

Wujud Lord Voldemort akan kembali sempurna bila dia berhasil mendapatkan darah musuh besarnya, Harry Potter. Dan dengan bantuan abdinya yang setia, Lord Voldemort menculik Harry.

Akhirnya, untuk pertama kalinya selama tiga belas tahun. Harry berhadapan langsung dengan musuh besarya. Dan tak terhindarkan lagi, keduanya berduel...

 

Footnote

Dear Harry

Kuharap kau tak bosan menerima pesan ini dariku. Kuharap kau dengan senang hati akan membacanya meski dengan berat hati kukatakan kau tak bisa membalasnya. Aku tahu kita berpapasan. Tapi sungguh, aku hanya ingin hanya kita berdua yang tahu tentang hal ini. Aku tidak berharap orang-orang di luar sana tahu aku mengirimu pesan. Demi reputasi. Reputasimu bukan reputasiku. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan orang-orang katakan saat tahu kau yang begitu terkenal bergaul denganku. Aku yakin tak banyak yang akan mengenangku di dunia sihir.

Lupakan.

Aku hanya ingin menyapamu. Belajar darimu tentang banyak hal.

Kasih Sayang.

Kau pasti bahagia sekali mengetahui kalau kau benar-benar memiliki seseorang yang kau miliki. Dia wali yang baik ya? Meski dalam pelarian, dia rela pergi ke utara untuk menemuimu hanya karena bekas lukamu sakit. Mengherankan sebenarnya. Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut kan entah ada di mana. Mungkinkah koneksi secara tidak langsung seperti lewat mimpi dapat berpengaruh juga? Kupikir ini tak akan bagus. Dan kusarankan agar jangan terlalu sering mengeluh pada Sirius. Kau sudah beranjak dewasa. Sudah seharusnya kau belajar untuk mencari penyelesaian. Kau juga bilang tidak tidak ingin dia dikirim kembali ke Azkaban kan?

Waspada.

Aku kaget saat tahu kalau ada penyerangan setelah Piala Dunia Quidditch. Aku harap aku bisa hadir di sana tapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan hingga aku lebih memilih untuk tetap tinggal di rumah. Bahaya di mana-mana. Aku tak menyangka para Pelahap Maut berani menampakan hidungnya--yang disembunyikan di balik topeng--di tengah-tengah lautan penyihir. Memberiku pelajaran untuk tetap membawa tongkatku ke mana pun aku pergi. Kalau aku beruntung mungkin aku bisa menangkap dia yang telah membuat tanda kegelapan.

Siap Sedia

Yah, aku hanya menyarankan untuk selalu membawa payung meski tidak hujan :)))

Kesabaran.

Untuk pertama kalinya aku merasa kalau profesor Dumbledore tidak menutupi kemarahannya. Seingatku dia orang paling bijaksana. Selalu menjaga emosi. Kepalanya tetap dingin.

"Dumbledore! Apa kabar? Kuharap kau membaca tulisanku musim panas lalu tentang Konferensi Internasional Konfederasi Para Penyihir?" | "Tulisan keji yang menarik. Aku terutama menikmati deskripsimu tentang aku sebagai barang usang yang tak bisa dipakai lagi." | "Aku cuma mau menunjukkan bahwa beberapa idemu sudah ketinggalan zaman, Dumbledore, dan bahwa banyak penyihir di jalanan..." | "Aku akan senang mendengar alasan di balik ketidaksopanan itu, Rita."

Persahabatan.

Aku percaya padamu. Kau tidak memasukan namamu ke Piala Api. Jikalau seorang Hermione tidak bisa menemukan celah--andai saja ia yang ingin berbuat curang--tentu kau tidak akan menemukannya. Ia membaca banyak buku kan? Bahkan buku sejarah Hogwarts yang kudengar tak ada yang membacanya kecuali dia. Tapi kalau aku menjadi Ron, aku akan merasakan hal yang sama. Bukankah selama ini ia menjadi terkenal karena dua hal. Pertama karena nama belakangnya dan kedua karena kau. Tapi tentu saja setiap orang lebih memperhatikanmu ketimbang Ron. Yang terkadang mengeluh bahwa barang-barang yang dimilikinya adalah sampah.

Perjuangan.

Turnamen itu.... Aku tidak ingin membahasnya. Berkali-kali kubayangkan kau mati.

Kepedihan.

Dia yang pergi untuk selamanya. Bolehkan aku mengatakan kalau aku mengenalnya? Sejak dulu bahkan sebelum kami sekolah di Hogwarts. Kuharap ia bisa kembali. Sekali lagi. Dan aku bisa menunjukkan padanya kalau aku bisa menaiki sapu meski tak lebih tinggi dari lima meter. Kalau ia kembali, aku akan berusaha untuk lebih berani lagi.

Dan perlu kau tahu, aku dipihakmu. Kau bisa percaya padaku. Dan--ini rahasia kita--aku sedang mempelajari kutukan tak termaafkan. Suatu hari nanti mungkin diperlukan. Saat tiba saatnya kita harus berhadapan dengan Voldemort.
 

regards,
ryana



My Story

Ini buku sempet bikin susah. Pertama kali dateng gak ada. Ke dua kali dateng ternyata bukunya rusak amu di service dulu. Ke tiga kalinya dateng ternyata belum di service juga. Ke empat kalinya kedatanganku ke Pitimosslah akhirnya aku dapat buku ini. Setiap minggu aku ke sana. Dan di minggu terakhir aku baru mendapatkannya. Aku hampir saja putus asa dan berniat membuang uangku di toko buku agar dapat memungut buku ini.

Dan jadi harus ngebut bacanya -_-



Pin

Nah, nah, nah.

Tampaknya ceritanya mulai berkembang. Maksudku tidak membuat banyak adegan yang sebenarnya bisa di lewatkan. Terasa pentingnya setiap kejadian. Mulai naik juga ini masalah yang menimpa pahlawan kita. Tapi emang harusnya gak aneh juga sih kan Harry sudah bertambah dewasa.

Ini buku terakhir dari serial Harry Potter yang aku baca. Yeay! Itu berarti aku sudah membabat habis semua bukunya. Tapi malah bimbang buat punya semua bukunya. Ada yang mau ngasih?

Tapi cerita ini, filmnya adalah film pertama yang aku tonton. Dalam artian dari awal hingga akhir. Aku teringat beberapa tahun yang lalu waktu film ini tayang perdana di TV di malam tahun baru. Dijabanin dah tidur lewat tengah malam buat nonton nih film.

Memang sih ceritanya beda dengan yang dibuku. Tapi kalau menurutku yang lebih dulu liat filmnya, gak terlalu bermasalah. Meski cuma baru menonton filmnya, aku bisa mengerti ceritanya. Film lain juga begitu sih. Tapi waktu aku belum jadi seorang keponakannya tante Jo *apadeh Ryana -_-* yang ke empat ini film terbaik yang kutonton. Dan aku kecewa denggan film ke lima. Gara-gara keduluan baca buku dan nonton pas ceritanya masih nempel di otak XD


Postcard

No comments:

Post a Comment