Aku memakan sosis yang sudah kupotong kecil-kecil. Setidaknya ada lima sosis yang kutaruh dalam piringku. Dalam piring yang sama, aku juga menaruh telur rebus kesukaanku. Juga sepotong ayam goreng yang sudah kupisahkan tulangnya.
Kutusuk makanan yang sudah kupotong dengan garpu. Kuambil sepotong dan kukunyah selambat mungkin. Saat semua makanan berat menghilang dan digantikan dengan pencuci mulut, aku masih setengah jalan memakan sarapanku.
Akhir minggu akan menjadi indah andai saja aku tidak mendapat hukuman.
"Maryana, kau baik-baik saja?" tanya seorang temanku.
"Tidak, tentu saja tidak."
"Kupikir kau tidak akan keberatan dengan hukumanmu. Bukankah kau memang sering melakukannya?"
"Tapi aku melakukannya dengan sukarela. Bukan karena hukuman."
"Bagaimana kalau kita keluar?"
"Tidak, kalian pergi saja. Aku akan tetap mencari cara untuk menghindar."
Jessica, Gwen, Stephanie dan Mighta berjalan beriringan keluar dari Aula Besar setelah mengambil beberapa potong kue. Aku duduk sendiri. Masih banyak yang duduk untuk makan tapi tak ada yang duduk di sampingku. Lagipula aku memang ingin sendiri.
Aku menatap ke meja Hufflepuff. Berharap melihat Cedric di sana. Kini aku tak lagi punya kebiasaan melempar senyum ke meja asramanya. Aku mengalihkan pandanganku ke meja Slytherin karena mendengar tawa tiba-tiba. Melihat Draco dikelilingi oleh banyak anak yang memusatkan perhatian padanya. Aku tidak suka melihatnya menyombongkan diri. Dia pikir status darah murni otomatis membuatnya berkuasa. Dan satu-satunya yang belum kupandangi adalah meja Gryffindor.
Aku melihat Potter. Duduk di antara Granger dan Weasley. Apa yang aku baca di Daily Prophet selama liburan justru membuatku ingin mengenalnya alih-alih membencinya. Tapi, aku tidak punya alasan untuk mendekati mereka. Aku yakin, mereka tidak pernah mengenalku. Tentu saja. Bahkan Luna lebih tenar ketimbang aku.
"Ayolah Fred. Buanglah waktumu sekali saja di perpustakaan. Kita harus mencari."
"Tidak, George. Sudah kukatakan. Aku minta libur hari ini. Biarkan aku sendiri sekali saja di pinggir danau."
"Kau kerasukan ya?"
"Tidak, Lee. Aku hanya, hanya, hanya tidak bisa menjelaskan kenapa."
"Oke, Fred. Tapi pastikan kau menyusul sebelum makan siang. Aku dan George akan menunggu di sana."
Aku melihat Weasley mengangguk. Saudara kembar dan sahabatnya meninggalkannya. Tak lama ia juga beranjak pergi. Dan kalau tujuannya adalah danau, aku tidak salah mengikutinya.
Dia berjalan pelan dan duduk di bawah pohon tak jauh dari danau. Dia bersandar dan memandang ke depan dengan santai. Aku memberanikan diri untuk mendekatinya.
"Hai Weasley," sapaku.
"Hai R...."
"Maryana," potongku segera. "Panggil saja Maryana."
"Hai Maryana. Bingung membuang waktu liburan? Bagaimana kalau kau duduk denganku?"
Aku tersenyum dan duduk di sebelahnya.
"Kupikir kau tidak pernah sendiri. Apalagi dengan cowok cantik yang selalu di sampingmu."
Aku berusaha untuk tertawa tapi gagal.
"Kalau maksudmu itu Ced, kau benar," jawabku sambil tersenyum.
"Jadi Rh.... maksudku Maryana, apa yang membuatmu mendatangi laki-laki paling nakal di Hogwarts?"
"Aku butuh Nogat Mimisan."
Fred sama sekali tidak punya sopan santun dengan tertawa tanpa pernah berpikir untuk menahannya.
"Apa yang lucu?"
"Maaf, kau anak Ravenclaw pertama yang meminta kudapan kabur. Ngomong-ngomong siapa yang paling menyebalkan buatmu hingga kau ingin memakan permen sampah buatan kami? Snape?"
"Tidak. Kalau aku tidak menyukai Profesor Snape, aku tidak akan membuang satu jam setiap Jumat di kantornya."
"APA?!" pekiknya. "Untuk apa kau melakukannya."
"Belajar pertahanan terhadap ilmu hitam. Kita berganti guru setiap tahun. Setidaknya Profesor Snape tahu apa yang ia ajarkan. Kau tahu aku berharap bisa belajar kutukan tak termaafkan. Tapi dia berpendapat, aku lebih baik tidak mempelajarinya. Aku bisa salah saja salah sasaran."
"Andai saja Snape yang menjadi sasaran yang salah, aku tidak keberatan. Dia menyebalkan."
"Sebenarnya tidak, Dia hanya.... hanya saja aku tidak bisa mengatakannya padamu."
"Trelawney? Dia juga menyebalkan. Kalimat yang dia ucapkan dengan sayup-sayup. Pernahkan dia meramalkan kapan kau mati?"
"Tidak. Profesor Trelawney tidak menyebalkan. Kurasa dia hanya ingin kemampuan mata batinnya dihargai. Meski aku mendapatkan A di OWL, aku sama sekali tidak berniat melanjutkan. Aku hanya tahu tentang mimpi. Lebih karena aku memang percaya kalau mimpi menjelaskan banyak hal."
"Aku tahu. Mr. Filch! Dia luar biasa menyebalkan."
"Tidak. Aku juga tidak menganggapnya menyebalkan. Kadang aku membantunya membersihkan ruangan. Dengan sihir tentunya."
"Jadi menurutmu, dia ingin apa?"
"Dihormati," ucapku lalu mengedarkan pandangan dan melihat Mr. Filch melintas. "Selamat pagi, Mr. Filch!"
"Selamat pagi, Miss Rhapsody!" balasnya sambil melambai.
"Tapi kau tidak bisa memintanya untuk memanggilmu Maryana. Ada masalah apa kau dengan nama depanmu?"
"Ah sudahlah. Dia tidak buruk kok."
"Jadi siapa yang terburuk."
"Ehem ehem."
"Yeah, aku mengerti maksudmu. Jadi apa yang menyebalkan dari kodok jelek itu?"
"Dia menghukumku untuk menggosok semua piala di ruang piala. Membantu Mr. Filch."
"Nah, kau tidak menganggap itu buruk kan mengingat kau tidak menganggap Mr. Filch buruk."
"Tapi tanpa tongkat sihir. Andai aku bisa meminjam Niffler milik Profesor Hagrid."
"Kau tidak akan mencelakakan guru kan?"
"Siapa peduli. Siapa suruh menghukumku hanya karena aku memegang tongkat sihirku di tangan kiri selama jam pelajarannya. Aku kan tidak menggunakannya. Dan yang kita lakukan hanya membaca buku tanpa melakukan hal lain. Kalau hanya membaca kan bisa kapan saja. Tidak harus dikelas. Guru macam apa dia? Melarang kita menggunakan tongkat sihir di kelas. Jadi untuk apa kita punya tongkat sihir?"
"Jadi kau berniat pura-pura sakit?"
"Yup. Dan aku yakin Mr. Filch akan dengan senang hati menyuruhku pergi ke menemui Madam Pomfrey."
"Kau ini aneh."
"Aku hanya mencoba memandang sesuatu dari sisi baik. Tidak selamanya orang itu jahat Fred. Lagi pula, seharusnya aku membencimu," ucapku lalu bangkit berdiri.
"Kenapa? Aku bilang kau aneh bukan berarti aku tidak menyukaimu."
"Kau tahu kenapa aku membencimu?"
"Tidak, tentu saja tidak. Bukankah kita tidak punya masalah sejak pertama kali kita bertemu di kereta saat kau menaiki Hogwarts Express untuk pertama kalinya? Kurasa kita berteman baik meski jarang mengobrol. Dan meski aku harus menghadapi kenyataan kalau kau sepupu Malfoy. "
"Kau harus maklum Fred. Hubungan apa lagi yang kau harapkan dari keturunan darah murni?" tanyaku sambil lalu dan beranjak pergi.
"Maryana!" panggilnya membuatku berpaling dan berjalan mundur. "Kenapa kau seharusnya membenciku?"
"Karena Angelina."
"Jadi kau cemburu karena aku tidak mengajakmu? Aku punya alasan Maryana. Aku tahu kau tidak akan datang. Meskipun aku memohon agar kau mau datang bersamaku."
"Jadi kenapa?"
"Karena aku tahu kau akan ada di rumah saat natal. Kau selalu bersama keluargamu untuk merayakan hari ulang tahunmu."
"Bagaimana kau bisa tahu ulangtahunku?"
"Aku sudah bilang. Aku bilang kau aneh bukan berarti aku tidak menyukaimu."
"Damn you, Weasley," kataku pelan.
"Awas!"
Aku berbalik dan menubruk seseorang yang sedang membawa tumpukan buku di kedua tangannya. Aku tidak bisa menghidar sedikitku dan memasrahkan diri saat terjatuh dan tertimpa buku-buku setebal batu bata.
Tak lama, ada yang membantuku berdiri. Aku menyesal Profesor Snape yang datang. Karena itu berarti aku tidak bisa mengumpat sedikitpun.
"Kau tidak apa-apa Miss Rhapsody?" tanya Profesor Snape.
"Aku tidak.... Aku hanya.... Kepalaku sakit....," rintihku lalu memegang kepala bagian kanan dan merasakan rambutku basah. "Oh tidak...."
"Kuantar kau ke Madam Promfey. Dan kau Mr. Weasley. Detensi untukmu. Kantorku hari jumat setiap jam enam sore selama bulan ini. Karena kau tidak berusaha untuk menolong Miss Rhapsody."
"Tapi Sir, bukankah itu jadwal...."
"Aku tahu Miss Rhapsody. Aku bisa mendetensinya sambil memberimu pelajaran."
"Dengan senang hari Sir," ucap Fred dan membuatku dan Profesor Snape kaget. "Setidaknya aku tidak perlu menjual Nogat padamu dan aku tahu aku bisa bertemu denganmu lagi minggu depan."
"Ayo Miss Rhapsody," ajak Profesor Snape sambil memegang tanganku agar aku tidak jatuh. "Apa hubunganmu dengan Mr. Weasley?"
"Aku akan senang kalau Profesor tidak berusaha untuk menembus pikiranku," kataku sambil menahan tawa.
Lalu aku kaget karena melihat seulas senyum di bibir Profesor Snape. Rasanya seperti tak sengaja menelan permen pingsan.
note : cerita ini diikutkan dalam Hotter Potter May Meme dengan @ndarow sebagai sponsor. Blognya sudah kufollow dengan email amz_ochi_gnz@yahoo.co.id
asik cerpennya. :)) bersambung nggak nih?
ReplyDeleteIni kan postingan meme. Jadi soal bersambung enggaknya ya tergantung meme selanjutnya :)))
DeleteMakasih udah baca :D
hooh sih, tergantung meme selanjutnya. tapi bagus juga kalo dijadiin fanfic gitu, mbak. #ngarep
DeleteMungkin :)))
DeleteTapi kalau pun bakal aku terusin, gak akan diposting di sini. Ini kan blog buku. Dan cerpen itu dalam rangka challenge. Jadi kalau diluar itu--cerpen biasa misalnya--bakal aku posting di blog sebelah :)